Senin, 14 Maret 2011

Sebuah Kisah (#3)


Semuanya masih tetap dingin dan tak ada kehangatan terpancar dari apa pun yang aku pandangi. Jarum jam menunjuk angka  enam dan angka dua belas. Sudah cukup pagi menurutku untuk memulai kegiatan. Tapi ruangan ini masih tetap hening tanpa hiruk pikuk seperti biasanya.


Arah jam sebelasku berdiri kulihat lemari usang penuh dengan buku yang entah milik siapa saja. Aku ingat, lemari itulah yang selama ini memberikan berbagai bekal untukku hingga sampai pada hari ini. Tanpa pikir panjang, aku berjalan ke arah lemari usang tersebut berharap apa yang sempat aku titipkan masih tetap di tempatnya. Ada binar cahaya mentari yang masuk melalui celah dedaunan seolah hendak memberi pertolongan dalam pencarian. Samar-samar kulihat satu buku berwarna biru yang sangat aku  kenal. Semakin jelas kulihat bahwa buku itu masih tetap di tempat yang sama seperti terakhir aku melihatnya.


“Tak se-ke-dar ta-ri-an je-ma-ri,” begitu mulutku menggumam ejaan yang tertulis di sampul depannya.


Tangan kananku berusaha menggeser kaca penutup itu dengan agak susah payah. Tanpa sadar tangan kiriku mulai membatu sekuat tenaga yang kupunya pagi itu. Tak butuh waktu lama untuk membukanya hingga akhirnya kuraih buku bersampul biru nan usang itu. Di sudut kanan bawah sampul depannya terukir huruf “S” dan “A”yang tercermin menjadi huruf “A” dan “Z” yang menyerupai dua huruf sebelumnya.


“Lama tak bersua kawanku,” bisikku lirih saat membuka sampulnya.


Kutemukan beberapa baris kalimat yang direkam jelas ingatanku dan masih sering sering kupakai sewaktu-waktu, di halaman yang kini mengahadap wajahku. Kalimat yang selalu menjadi pengantar pagi di setiap mataku memandang sekitar. Kalimat yang memberikan sejumput semangat untuk melalui setiap harinya. Kalimat yang membasuh lelah jiwaku di pagi hari. Kalimat yang masih berbunyi sama sampai saat ini aku menggunakannya. Perlahan namun pasti bibirku mulai menggumamkan kalimat-kalimat tersebut.
Sapa embun pagi yang datang
bawakan mimpi
Kembarakan harimu dengan langkah-langkah kaki
yang iringi sejuta hari
Untuk itu kan kuucapkan
“Selamat pagi!”
Pandanganku sedikit kabur, ada yang gumpalan transparan di kantung mataku yang tak terbendung dan akhirnya meluncur perlahan. Kuseka pipiku perlahan sambil sedikit terisak, dari sini semuanya berawal dan entah akan sampai kapan cerita ini berlanjut.
Tanpa terasa jarum jam menunjuk angka enam dan tiga, sedikit demi sedikit suasana hangat yang dinanti kian merebak. Lemari usang di hadapanku kian memancarkan setiap sudutnya dengan jelas. Coretan kreatif anak-anak muda mulai yang menghiasi setiap sisinya, makin menegaskan bahwa ini memang sebuah lemari usang. Tak banyak bercerita aku dengan lemari ini, namun titipan yang sudah sejak sekian lama aku simpan menyiratkan banyak cerita bersamanya.
“Terima kasih sudah menjaga kepingan ceritaku di ruangan ini,” bisikku pada satu sudut lemari itu.

17 komentar:

  1. “Terima kasih sudah menjaga kepingan ceritaku di ruangan ini,” bisikku pada satu sudut lemari itu.

    oks banget kata-kata di akhirnya :D
    d antos cerita ke #4

    BalasHapus
  2. :: Jarum jam menunjuk angka enam dan angka dua belas ::
    hm, cara menunjukkan setting yang tegas
    sederhana dan mempercepat alur membaca

    :: lemari itulah yang selama ini memberikan berbagai bekal untukku hingga sampai pada hari ini ::
    memanusiakan benda mati
    menghormati sebuah kebendaan

    :: binar cahaya mentari yang masuk melalui celah dedaunan seolah hendak memberi pertolongan dalam pencarian ::
    again, I am impressed
    dramatically imagined

    :: Sapa embun pagi yang datang | bawakan mimpi | Kembarakan harimu dengan langkah-langkah kaki | yang iringi sejuta hari | Untuk itu kan kuucapkan | “Selamat pagi!” ::
    kalimat yang selalu kukenal ^_^
    kalimat yang punya sejarah rupanya

    BalasHapus
  3. Saya berasa baca Novel...

    Tulisannya keren Kang...!!!

    BalasHapus
  4. hmmm.. tenang.. masih tenang.. baru intro ini.. belum naek turun emosinya ini.. hahahahaha.. saya tunggu episode berikutnya

    BalasHapus
  5. lemari yang sangat berjasa dan menjaga dengan baik kenangan-kenangan yang tak mungkin terlupakan :)

    salam kenal :)

    BalasHapus
  6. vie_yupie = terima kasih, saya jadi terharu bacanya. semoga bagian selanjutnya tak begitu mengecewakan. :)

    wiedesignarch = rasanya memang tak ada yang lebih indah ketika kita mengagumi hal yang pernah menghabiskan waktu untuk kita. :)

    mr. tm = novel? masih jauh kang, tapi mudah-mudahan bisa dicetak nantinya. terimakasih sudah mampir. :)

    effusiveandefface = tampaknya memang mananti bagian yang lumayan emosional dan klimaksnya. :)

    BalasHapus
  7. celotehan = iya, lemari itu memang sangat berjasa bagi si protagonis tampaknya. salam kenal dan tetap ikuti ceritanya ya!

    sang cerpenis = terima kasih. itu cuma kalimat yang begitu saja terlintas. tetap ikuti ceritanya ya!

    BalasHapus
  8. BSU = tapi belum sebagus Chairil Anwar :D

    BalasHapus
  9. salam kenal, kunjungan perdana nih...

    BalasHapus
  10. gak bisa berkomentar.. hanya kereeen... :)

    BalasHapus
  11. mas joe = wah terimaa kasih udah mampir nih om. :) salam kenal juga

    yanthee = aduh terima kasih nih untuk apresiasinya, tetep ikutin ya! :)

    BalasHapus
  12. ditunggu edisi empatnya .... mana? mana? hehehehehe ^___________^

    BalasHapus
  13. Lemari usang yang menyimpan benda penuh kenangan...
    Lemari usang yang setia menjaga kenangan indah masa lalu.

    BalasHapus
  14. Sebuah catatan, kalimat pembasuh jiwa yang penat di pagi hari, begitu mengandung arti. Hingga menitik air mata saat membacanya.
    Jadi penasaran.... tulisan siapakah itu?

    BalasHapus
  15. catatan kecilku = iya mba, lemari itu memang begitu berharga buat si tokoh utama. :D tetep ikutin ya mba. :D

    the others = terima kasi sudah mampir nih. aku harap bisa tetep ikutin cerita berikutnya. :D si penulis pasti senang jika tetep diikutin ceritanya

    BalasHapus

komentar dan apresiasi kawan-kawan mampu membangun karakter saya semakin kuat