Jumat, 18 Maret 2011

Di Balik Hujan

Melancholy 
Selalu ada yang bernyanyi dan berelegi di balik awan hitam.
Semoga ada yang menerangi sisi gelap ini. 
Menanti seperti pelangi setia menunggu hujan reda.



Aku selalu suka sehabis hujan di bulan Desember




[efek rumah kaca - desember]



Alunan lirik milik salah satu band indie itu kian sering mengalun menghiasi tiap dinding kamarku beberapa hari terakhir ini. Tiap nadanya kini semakin jelas terngiang dalam ingatanku dengan berbagai kenangan yang terjadi di beberapa hari terakhir. Mataku perlahan terpejam mengikuti irama lagu yang dipantulkan oleh dinding-dinding kamar. Imajinasiku memainkan cuplikan not balok yang melayang pelan di sekitarku. Begitu anggun hingga aku memasuki dunia yang bukan milikku. Sebuah dunia yang tak di belenggu oleh dinding pembatas, begitu luas hingga aku bisa melihat tak ada ujungnya.

Suaranya semakin pelan dan bergantikan score yang menjadi soundtrack satu film animasi impor dari negeri Paman Sam. Forbidden Friendship karya John Powell ini membuat pikiranku perlahan terjaga dari dunia imajinasiku, dunia yang bukan milikku. Perlahan aku merasakan tubuh menghilang dari dunia itu seperti melalui sebuah gerbang antar dimensi yang kini membawaku kembali pada kursiku. Penglihatanku kini tertuju pada kalender kaku dari kayu.

Seminggu sudah aku mengurung diri di kamar hanya berkawankan satu laptop, kamera, jurnal perjalanan dan tentunya segelas teh hangat. Aku menatap ke luar jendela menembus kerangkeng transparan yang bermandikan bulir-bulir air hujan. Tampak jalanan sudah kian sepi oleh kendaraan yang lalu lalang menghindari serbuan air demi memperpanjang nafas untuk hari esok. Kini yang kulihat hanya derasnya air yang turun dari langit menyirami setiap sudut penglihatanku.

Kusandarkan kembali badanku di kursi malas yang setia menemani dalam tujuh hari terakhir ini. Tangan kananku masih memainkan mouse ke sembarang arah, sedangkan lengan kiriku jatuh lunglai tak bertenaga hingga mampu kurasakan semakin kaku di ujungnya. Mataku masih tak lepas dari layar monitor redup bergambarkan satu cangkir teh tak jauh dari kaca jendela.

Batinku berbisik, adakah dia juga sedang memperhatikan hujan yang sama? Hujan yang pernah menjadi jembatan kata bagi kami berdua. Hujan yang pernah kuberitahukan padanya bahwa tentang kenyamanan ketika berada di bawahnya. Hujan yang selalu aku banggakan padanya.

Hujan yang sedang kutatap ini memang sama seperti hujan lainnya. Hujan yang berkomposisikan bulir air tak dapat ditahan oleh pembawanya. Tapi bagiku, hujan ini bukan hanya sekedar buliran air seperti kebanyakan. Lewatnyalah aku sering bercerita, marah, kesal, senang, kecewa ataupun takut. Jika hujan tiba, aku selalu memandanginya dengan penuh harap supaya bisa mendapat kenyamanan darinya seperti saat-saat sebelumnya.

Hari ini aku masih memandangi luar jendelaku, merasakan setiap denyut pembuluh ini begitu tak kuat untuk mencurahkan segala hal yang selama seminggu ini dirasakan begitu berat. Pikiran dan segala perasaan dengan prasangka yang mulai tak karuan ini ingin sekali aku keluarkan. Begitu kuatnya hingga kakiku mulai menapak kuat pada lantai kamar memberi sinyal pada otot kaki dan tulangnya untuk berdiri menopang berat tubuhku. Punggung yang tadinya nyaman, kini tak ingin lagi bersandar pada kursi malas. Dengan tolakan yang lumayan dari lenganku, kini pantat dan punggungku terangkat mengikuti irama otot dan tulang kaki untuk lurus tegak seirama. Tahta teratas tubuh ini juga tak mau kalah dan memberi komando pada seluruh syaraf untuk berdiri tegak.

Tubuhku memutar berlawanan arah jarum jam dan langsung berjalan pelan menuju pintu untuk keluar dari penjara pikiran ini. Aku menyusuri lorong kecil ke arah kanan kamarku untuk menuju tangga. Kurentangkan tanganku hingga dindingnya dapat kurasakan oleh telapaknya. Kulewati berbagai foto berbingkai yang terpajang kaku di dinding itu hingga kini tepat berada di depan tangga. Kulayangkan pandangan ke setiap anak tangganya diikuti langkah kaki untuk menaikinya, satu demi satu. Semakin atas kurasakan udara semakin dingin dan dapat kulihat rembesan air di pintu terakhir yang kutuju. Tepalak kakiku mulai mengenali air yang menggenang dan dingin yang dibawanya. Tanganku meraih pegangan pintu dan memutarnya perlahan sehingga aku bisa membebaskan pikiranku sedikit demi sedikit.

Celah di depanku kini semakin melebar mempertemukanku kembali dengan dingin dan hujan yang aku kenal. Aku melangkah melewati batas manusia normal memilih untuk menjadi sosok bertemankan hujan. Setelah merasakan dingin yang biasanya, kini aku berani melaju lebih jauh ke tengah lantai paling atas di rumahku. Tubuhku kini kuyup di bawah riuh dan ramainya air hujan, bajuku mulai layu menahan berat air yang begitu banyak.

Kuangkat kedua lenganku setinggi bahu dan kurentangkan, kepalaku mulai tengadah menantang datangnya bulir air. Mata mulai terpejam dan aku serasa berada di dunia yang berbeda lagi, dunia yang sudah jelas bukan milikku. Kini aku menenangkan diri di bawah tarian hujan, mengistirahatkan penglihatan, menormalkan pernafasan, merasakan seluruh udara membawa serta pikiran dan aura negatif selagi jantungku memompa darah dan mengalirkan energi positif ke dalam pikiranku.

Tubuh ini mulai kembali tenang, segala pikiran yang membuat setiap oragan dan syaraf menjadi gelisah kini telah lenyap dibawa sang hujan. Mataku perlahan terang-terangan terbuka dan melawan sang air. Lenganku tak lagi terbuka seperti sebelumnya, kini ia tengadah di depan dada seperti posisi orang berdo’a.

I across the universe

30 komentar:

  1. Sukur tu ada teman laptop dri pada berteman kunti..He2..

    BalasHapus
  2. ::: Sebuah dunia yang tak di belenggu oleh dinding pembatas, begitu luas hingga aku bisa melihat tak ada ujungnya :::
    inti dari semua perjalanan yang kamu punya

    ::: membuat pikiranku perlahan terjaga dari dunia imajinasiku, dunia yang bukan milikku :::
    ketika terjaga tapi yang dipunya bukan dunia kita? apa tidak terlalu sedih yah ?

    ::: ampak jalanan sudah kian sepi oleh kendaraan yang lalu lalang menghindari serbuan air demi memperpanjang nafas untuk hari esok. Kini yang kulihat hanya derasnya air yang turun dari langit menyirami setiap sudut penglihatanku :::
    dua kalimat dengan majas yang unik... complicated...

    ::: Tubuhku kini kuyup di bawah riuh dan ramainya air hujan, bajuku mulai layu menahan berat air yang begitu banyak. :::
    Trying to imagine about it

    ::: Tubuh ini mulai kembali tenang, segala pikiran yang membuat setiap oragan dan syaraf menjadi gelisah kini telah lenyap dibawa sang hujan ::: akhir sebuah perjalanan panjang.. ^^

    Aku penasaran pada siapa pertanyaan itu kan terjawab, dan pada siapa mata itu tertuju ke arah pandangan yang sama denganmu :

    --> adakah dia juga sedang memperhatikan hujan yang sama? Hujan yang pernah menjadi jembatan kata bagi kami berdua. Hujan yang pernah kuberitahukan padanya bahwa tentang kenyamanan ketika berada di bawahnya. Hujan yang selalu aku banggakan padanya.

    BalasHapus
  3. kata-katanya keren abiss...
    sudah dibukukan?

    BalasHapus
  4. ku harus mencerna setiap kata yang hadir mengalir indah...

    BalasHapus
  5. suka banget kata-kata perenungannya :)

    jikapun ia tidak melihat dan menatap hujan yang sama
    pastinya dia tahu kau menantinya pada hujan yang sama

    BalasHapus
  6. Baru kali ini aku menemukan ada yg bercerita tentang hujan bulan desember. Biasanya kan hujan bulan Juni.. (by Sapardi Djoko Damono) hehehe

    BalasHapus
  7. Banyak sekali yang menjadikan hujan sebagai sahabat, sebagai inspirasi, dll...
    Semoga hujan yang tak juga reda hingga kini tak membuat rinai di hati.

    BalasHapus
  8. Blognya bagus banget, ada gambar jejak kaki. Harusnya blog shasa juga dibuat spt ini nih *iri.com*

    BalasHapus
  9. Selamat siang..., ikutan mampir aja deh. :D

    BalasHapus
  10. wah,perenungan yang dalam,ane z gk kepikiran ampe sana..maen2 keblog ane ya

    BalasHapus
  11. hujan memang selalu membawa inspirasi.. entah itu inspirasi renungan atau bahkan sampai lirik lagu yang bisa booming..

    sama seperti saya, yang selalu suka sama harum bau tanah tersiram hujan.

    BalasHapus
  12. hohoho...beneran g makan seminggu cuma teh doang?hehhe

    kata2nya bagus deh..

    BalasHapus
  13. untuk rekan-rekan yang sudah memberikan apresiasinya di postingan satu ini aku ucapkan terima kasih.
    sayang ku tak bisa untuk menanggapi tiap apresiasi kawan-kawan. :)

    BalasHapus
  14. because i do love raining, when wondering you were raining behind every drops of it, smiling into gray and black clouds in the sky, and maybe remember our time together in the cold wheather.
    :D

    BalasHapus
  15. lia, wah, lanjutannya menarik tuh. :D

    BalasHapus
  16. eh, itu teh salah tulis, harusnyaa..
    because i do love raining, when wondering you were runing below every drops of it, smiling into gray and black clouds in the sky, and maybe remember our time together in the cold wheather.
    :D

    heh? lanjutan apa nih maksudnya? hehe :p

    BalasHapus
  17. H-U-J-A-N
    akan banyak celah untuk menemukan dirimu di dalam basahnya,,,^^
    *Suuuuukaaaaa.....

    BalasHapus
  18. hujan yang menenangkan jiwa yang tak tenang...salah satu nikmat Nya yg patut disyukuri....hujan memang membawa berkah..laksana fungsi air adalah meredam goncangan tetapi memiliki kekuatan yg dashyat...salam bloofer

    BalasHapus
  19. lia, paragrafmu itu bagus untuk jadi versi englishnya. :D

    unik, terima kasih udah apresiasi sama hujan versiku. :D

    BalasHapus
  20. terima kasih kang nit not utk apresiasinya, hujan memang datang untuk membawa keberkahan sejatinya. :D

    BalasHapus
  21. begitu meridukan hujan ..salam kenal.nice story

    BalasHapus
  22. Sudah lama gak mandi hujan.. :-(

    BalasHapus
  23. meutia, salam kenal juga. terima kasih sudah berkunjung

    fahrie, lho? memang di tempat akang sepi hujan ya? hhe

    BalasHapus
  24. Waaah keren seminggu mendekap di kamar, hehe. Aku ga kuat rasanya,,,

    Salam Bloofers :)

    BalasHapus
  25. kalau hujan saya selalu mendapatkan inspirasi buat menulis dan tidur mas, :D salam kenal ya ^_^

    BalasHapus
  26. qefy, seminggu. iya, gak kerasa juga itu cuma ndekem yang pasti keluar cuma buat ke langgar aja tuh kang.

    auraman, kalau aku, hujan itu untuk pergi ke batas paling ujung pikiranku guna menenangkan diri. :D

    BalasHapus
  27. like it!
    rindu menari dbawah rintik hujan lagi >.<

    BalasHapus

komentar dan apresiasi kawan-kawan mampu membangun karakter saya semakin kuat