Selasa, 05 Juli 2011

He is our guardian

Assalamu’alaikum dan salam sejahtera bagi para pembaca

Maaf jika rubrik ini agak telat muncul tidak seperti dua rubrik sebelumnya. Kebetulan aku harus menyelesaikan urusan demi menyambung hidup di hari esok. Hehe

Sosok pertama yang akan kuperkenalkan adalah seorang pria berwibawa dengan panggilan Abi. Beliau adalah pribadi yang tangguh, tameng paling depan saat ada kesulitan, mesin tanpa lelah dalam mencari nafkah serta ucapan terbijak dalam mengingatkan. Lahir setengah abad lalu di Surabaya menjadikannya sosok yang cukup keras untuk ukuran orang Jawa.

Secara fisik, beliau tidak memiliki perawakan yang tinggi besar. Mental serta spiritualnyalah yang membuat sosok tersebut begitu “besar”. Jarang sekali bicara jika memang dirasa tidak perlu. Hingga sesekali orang lain terkesan menyepelekan beliau jika melihat sorot mata memandangnya. Tenang, lugas dan to the point merupakan daya tariknya jika mengajak lawan bicaranya berdialog. Beragam topik bisa menjadi sajian menarik dan tak henti dikupas tuntas olehnya.

Politik, agama, olahraga, ekonomi hingga wisata bisa menjadi obrolan menarik jika menjadi lawan bicara beliau. Tapi yang paling menarik perhatian beliau adalah ketika membicarakan langkah-langkah realistis melewati hidup. Itulah topik yang takkan habis dikupas dengannya. Rasanya akan memerlukan beberapa jam sampai pembicaraan itu tak memiliki intisari lagi.

Hal yang paling aku suka dari beliau adalah cara mendidik anak-anaknya. Ada treatment tersendiri baginya untuk mendidik kami ―aku serta almarhum adikku― ketika kecil. Percayalah, treatment itu berbeda sekali dengan seperti ayah kebanyakan. Abi juga membedakan treatment-nya antara aku dan adikku. Untuk belajar, aku sering diajak abi untuk berjalan ke sekeliling lingkungan namun tanpa menjelaskan apa pun.

Pernah satu waktu aku diajak berkeliling lingkungan rumah dan selama perjalanan itu abi hanya berucap satu kata, “Lihatlah.” Aku yang masih kecil dan tak tau apa-apa cuma bisa memandang wajahnya dengan tengadah tanpa melepaskan genggaman tanganku. Lalu secara spontan aku mulai memutar persendian leher ke kiri dan ke kanan hingga sesekali ke belakang tanpa ada penjelasan apa pun. Sampai keesokan harinya aku  mulai bawel untuk bertanya dan abi mulaai rajin menjelaskan secara pelan dan jelas.

Rasanya itu menjadi satu pelajaran paling menarik yang pernah aku terima selama ini. Aku belajar mengidentifikasi sesuatu sedari kecil hingga akhirnya seperti sekarang. Abi juga merupakan sosok yang penuh semangat ketika bersaing dengan ibu dalam menanamkan kesenangan masing-masing. Ibu yang sedari aku kecil menanamkan kesukaan mendengar serta membaca membuat abi tak mau kalah untuk bisa memberikan pengaruh soal kesenangannya dalam fotografi. Kesenangannya itu kini mengalir deras dalamperjuangan yang sedang kuarungi saat ini. Prosesnya mendidikku dalam hal fotografi juga lebih dari sekedar mengidentifikasi.

Bayangkan saja dahulu aku disuruh untuk lebih sering melihat sekitar dan mengahalkan setiap sudut penglihatan yang aku rasa itu menarik dan bagus untuk direkam. Setelah mengulang itu dengan lisan, esoknya baru diberikannya kamera analog untuk mengabadikan setiap hal yang menarik perhatianku dan itu layak direkam.

Satu hal yang masih melekat dalam pikiranku adalah sebuah kalimat ketika kami berjalan dini hari untuk memotret satu kawasan pasar di Bandung. Abi bebicara seperti ini, “Berjalanlah kamu sebanyak mungkin tanpa berhenti memperhatikan sekitar. Learn is look around in every single step you make, Son!”

Sampai saat ini kalimat itu masih tersimpan dengan baik dalam ingatanku dan sering aku jadikan motivasi tersendiri untuk melecut daya kreasiku dalam memotret. Sejujurnya, dalam hal memotret kami adalah saingan yang selalu enggan mengagumi hasil karya satu sama lain. Tapi aku begitu bersyukur memiliki sosok seperti beliau.

Someday, Abi pasti bilang kalau karyaku itu bagus!! J

8 komentar:

  1. Sosok yang pasti akan selalu dirindukan..
    Didikan dan apa yang sosok itu sampaikan emang tiada duanya dari pria lain.
    Begitu juga dengan ayahku....tinggi , hebat dan bersahaja.

    BalasHapus
  2. orang tua memberikan yang terbaik buat anaknya kan?
    aku suka photonya yg hijau (biasanya lihat tanah gersang sih).

    BalasHapus
  3. speechless a, bagus :)
    kerasa feelnya dapet, ditunggu posting selanjutnya ya :)

    BalasHapus
  4. wah pantes pintar foto2:)

    BalasHapus
  5. wuiih..like father like son..ternyata bakatnya nurun ^^

    dad is our guardian angel :)

    BalasHapus
  6. “Berjalanlah kamu sebanyak mungkin tanpa berhenti memperhatikan sekitar" suka sm kata2 ini..
    dan suka banget sama tulisannya,, setuju sama mbak Lia feelnya dpet ^_^

    BalasHapus
  7. wah baru ngeuh ternyata postingan yang ini di apresiasi. terima kasih ya. :D
    maaf baru direspon, soalnya kerepotan ama tiga hari ke belakang

    BalasHapus
  8. ^___^

    terkadang, mengagumi itu tdk harus dikatakan, apresiasi thp karya itu beda dg apresiasi thp hal lain.

    di dalam hati ayahmu, pasti dia bilang gini : 'wah....aku punya saingan berat niih' :XD

    diamnya seorang ayah, beda sama diamnya seorang ibu :)

    BalasHapus

komentar dan apresiasi kawan-kawan mampu membangun karakter saya semakin kuat